Mogok Métro

Kakiku berhentak
Ikuti musik asik kelompok
Dalam ruang mini Théatre-de-La-Ville
Di kaki Montmatre
Aku ingin suatu waktu urusi mereka
Hadir di Indonesia
Kakiku berhentak
Berduyun menuju stasiun métro
Masih dalam irama asik kelompok tadi
Musik indah, instrumen indah
Bulatan-bulatan labu kering di atas air
Di antara céllo dan cymbal
Sungguh menarik dan atraktif
Kakiku berhentak
Menuruni tujuh lantai stasiun
Tak ingin naiki lift penuh dan antri
Kakiku berhentak
Kunaiki lagi tujuh lantai tadi
Pegawai métro mogok! Naikkan gaji, teriaknya
Oh, la..la
Abbesses, 2003



Berjalan di antara Sejarah

Tak ‘kan pernah kulupa
Pembelajaran pelajaran sejarah darimu
Bibir yang tak pernah berhenti
Sejuta satu info kau beri
Adalah keindahan tak terperi untuk diri
Terima kasih, mon chérri
Tak hanya museum Picasso, Louvre dan Orsay
Kosakata senirupaku tak hanya imaji
Keduamataku tak lagi bertirai
Pandang mataku tak sekedar maya
Kulihat jelas di sini!
(Bahkan ku bisa faham kejenialan Picasso
Yang semula tak pernah kusuka!)
Tak hanya itu
Kutahu kini sejarah air minum di tiap taman
Kutahu kini sejarah garpu
Pun sejarah hadirnya croissant!
Dan sejarahmu juga

Paris, 2003



Salade de Java

Di restoran à la Indonesia antara taman Luxembourg, Odeon dan universitas Sorbonne
Kutemukan ‘urap’ kesukaanku
Potongan sayur mayur rebus bercampur parutan kelapa
Seharga 5 Є atau tujuh puluh ribu rupiah sepinggan!
André Aumars pemiliknya, alias A. Umar Said
sungguh sangat pandai berdagang
tak jauh dari darah nenek moyang dan leluhurnya terdahulu
terkenal dengan kepiawaiannya berdagang, dimana pun
eks pewarta di Indonesia kini warga Perancis
7 tahun di Peking, sebelum suaka di Perancis
eks korektor di harian Indonesia Raya
yang sangat aktif di bidang sosial politik
sempat lama menjadi ‘exile
meski 10 November tetap jadi memori
dalam hidup yang tak terlupakan
berjuang bersama kawan-kawan
demi Kemerdekaan Republik Indonesia
aktif dalam Konferensi Asia Afrika
pelopor di Persatuan Wartawan Asia-Afrika
sayur urap menari-nari di antara lidah dan tari Bali
Taman Luxembourg, 2003



Dé Jà Vu

Tertegun
Aku tak bergerak
Waktu seperti terpatri
Beku di sini
Seperti imaji
Lewati segala mimpi
Bahwa aku pernah ke sini
Sisi-sisi tak bersisi
Di beberapa kali
Entahlah…
Mungkin ini ilusi
Meski seperti pasti
Pojok jalan ini
Sudut itu
Sungai ini, langit di sana
Jembatan itu
Bangunan ini
Istana itu
Pulangkah aku kini?
Montmatre, 2003



Les Miserables

Jalanan di kota Paris sepi dan berasap
Victor Hugo menaikkan kerah jubahnya
Dibukanya sebuah pintu lalu
Kudengar lamat-lamat Beethoven menekan tuts-tuts piano
Wajahnya makin kusam berbingkai serabut rambut semburatnya
Simfoni ke-7 belum juga usai
Menyusuli jejak tangan sang Mozart
Dalam pelukan requiem
Chopin tertunduk pilu
Jalanan berbatu rata dan rapih penuh pavon alami
Berjejal di sepanjang tepian taman Tuileries
Rel-rel kereta api diam seribu kata dalam lorong Gare-du-Nord
Para pelacur berpakaian sari bersembunyi
Di balik beberapa toko penjual pare dan petai
Gaugauin sibuk mengangkati lembaran kanvas, cat dan kuasnya
Ia ingin menyusul sang sahabat
ke rumah kuning penuh sinar bunga mentari di selatan Prancis
meski Haiti juga tengah menanti
Marie Currie sibuk menginstal eksperimen
Anjing-anjing menggonggong bersahut-sahutan di ujung passage
Karena Pasteur, manusia tak lagi gila
Maria Antoinette menunduk anggun di antara bilah tajam guillotine
Louis IV dalam bayang sinar sang matahari abadi
Teriakan lantang terdengar di atas ringkik kuda Jean d’Arc
Paris berkali-kali bersimbah darah
Tak terhirau kasih Napoleon, sang narcist
Wajahnya berlindung dalam peraduan Josephine.
Sartre berbisik mesra, Simone de Beauvoir mendekap hangat
Sehangat api yang tak pernah padam di tiap café
Bau harum pain dan kopi noir menguar
Bersama bongkahan sedap keju tua berjamur
Brasserie di ujung jalan menebar asap daging
Meski jalanan ini berbekas Lenin
Tak ‘kan pernah habis wajah Tuhan di sini
Kedua suster tetap tersenyum damai dalam peti kacanya
Sr. Catherine Labouré penuh sinar mistis Illahi
Sorak-sorai para kaum revolusioner menggema
Aku berjalan gontai
Menjejak tapak Albert Camus di tepian Seine
Dalam baris-baris terakhir ketikan jemari dan buah pikirnya
La Chute” sungguh ma’rifat
Sungging senyum Matahari penuh ayu, juga rayu
di antara applaus berbinar gairah para lelaki

Kekasihku menggamit lenganku dan merengkuhku
Putaran sejarah di benakku terhenti
Tersentak aku dalam kesadaran kini
La-Tour-Eiffel di hadapanku
Aku telah terperangkap
di sini …
… selamanya
Parc-Montsouris, 2003

No comments: