Manusia lahir, berkehidupan di dunia fana, lalu mati
Lahir – Hidup – Mati

Kulihat Tuhan dalam tengadahku
Bangunan piramid di depanku adalah nyata.
Trilogi, tiga tahap proses hidup jasmani manusia di sana
Segitiga dengan sisinya
Manusia lahir dari puncak kekuasaan tertinggi semesta
Turun ke mayapada dengan segala sisi kehidupannya
Berproses di sana, jungkir balik dan remuk redam
antara bahagia dan bahaya,
antara anugerah dan musibah,
semua sama, pun sisi-sisi berbeda
Lalu berakhir datar,
beranjak sontak kembali menuju titik tertinggi
di awal mula.
Musée du-Louvre, bagian dari sejarah hidup manusia.
Cerita panjang manusia saat mempertahankan hidupnya,
tentang manusia dalam mengumbar rasa cinta,
tentang manusia mencari-cari cinta,
tentang manusia sakit atas nama cinta,
berjuang hidup karena cinta,
membuang usang kata cinta
dan seterusnya.
Cinta menjadi kata yang s’lalu harus direduksi,
baik oleh rasa mau pun pikiran manusia.
[Bukankah manusia selalu mereduksi setiap detik hirup nafasnya tentang arti cinta?]

Mais,…qui sera…sera…

Cinta akan selalu menjadi hidup setiap makhluk Tuhan.

Aku tepekur
Ingin segera kuleburkan tubuhku ke dalam Sungai Seine
Mungkin damai di situ,
Tanpa perlu menangisi rasa kasih terkasih
yang tak mampu jernih
Vincent van Gogh mengiris telinganya
Sungging senyum tertahan Monalisa, tampak pasrah
Leonardo da Vinci pun terpukau sendiri
pada pesona abadi di jagad fana ini
akan tabir Illahi

Aku terpekik lirih
Ya, Tuhan !

(Aku tertinggal bus no. 68, jurusan Chatillon – Montronge ke Porte d’Orléans !)

Carrousel, 2003

Nisbi

Execusez-Moi, Madame… Le billet, s’il vouz plait..
Aku tersentak kaget.
Pandanganku masih nanar dari tidurku dan langsung menengok ke arah suara.
Tangan pak polisi muda masih terasa menyentuh lenganku.
Aku tergagap, “Ah, pardonez…monsieur
Segera kurogoh kantung manteau-ku mencari-cari karcis langganan transportasi. Untunglah segera kutemukan.
Kuperlihatkan pada wajah simpatik di hadapanku.
Merci, Madame…,” katanya tersenyum dengan pupil matanya yang awas sambil berlalu.
Hhh…, nafasku lega.
Kulihat jalanan, pandanganku menembus kaca bus kota, kulihat dengan kantuk yang tersisa. Untunglah aku segera beli karcis langganan yang baru.
Biasanya aku masih menggunakan yang kadaluarsa dan menutupi tanggalnya dengan jari-jariku saat kutunjukkan pada pak sopir di depan.
[Masih kuingat ekspresi wajahmu yang marah ketika mengetahui hal itu. “Tidak benar itu…,” katamu]
Yaah….., memang tidak benar.
Seperti hubungan kita ini.
[Apakah kamu melakukan hal yang benar?]
Aku beranjak, berdiri menuju pintu keluar.

...pédaler dans la semoule
*
Alésia, 2003

*bersusah payah tanpa ada kemajuan



Je t’aime, Annie

Tak kulihat renta di sosok tubuhmu.
Meski rambutmu telah memutih.
Cahaya perak yang membias dari beberapa utas rambutmu membuatmu tetap menarik.
Garis-garis wajahmu lembut menguat karakter
seperti guratan kuas Renoir
Tubuhmu menyimpan riwayat perjuangan hidupmu.
Wajah arif yang tetap menyandang kekuatan dan semangat keseharian.
Berbinar saat buku tentang Serat Centini
--karya tafsir wong Perancis si ayu mungil mbak Elisabeth Inandiak yang rajin sholat
dihadiahkan oleh anak lanang terkasihmu
Betapa aku telah terpikat olehmu.
[Andai kupunya seorang ibu sepertimu]
Tatapan matamu yang mesra pada anak lanangmu satu-satunya.
Hatiku bergeletar.
Kurasakan tali kasih itu.
Sinar cinta di matamu.
Meski sosokmu menyimpan sejarah hidup yang liat.
Cinta sejati yang tinggal sebelah, dan rontok dimakan cerita petualangan baru.
Menggenggam kesetiaan dalam tugas seorang ibu, membesarkan anak-anakmu.
Seorang diri.
Aku iri melihat kakimu, yang begitu kokoh tetap berdiri dan menegakkan hidup.
Kaki yang tak pernah renta menginjak rem, gas dan kopling sepanjang Paris – Bordeaux pulang pergi.
Rasa cintamu yang penuh dedikasi.
Pamrihmu hanya satu, kebahagiaan anak-anakmu sebagaimana yang mereka inginkan.
Kusodorkan piring berisi soto ayam masakanku untukmu, dan kau menyantapnya hingga dua porsi.
Di tengah deru angin dingin berkabut di luar, aku merasa hangat bersama kalian berdua.
Ibu dan anak yang saling mencinta.
[Andai aku pun berhak menjadi anakmu …]
Prisse-d’Avennes, 2003


Evasion

Brasserie di ujung jalan St.-Michel sangat ramai.
Wajah-wajah penuh gelak di dalamnya.
Seekor anjing lambrador lewat dengan angkuh bersama tuannya.
Tali di lehernya hanyalah sebuah penuntun.
Beberapa anak muda melesat melewatiku dengan roda-roda gila di sepatunya.
Seribu kata ‘pardonez’ rajin terucap di bibir mereka.
Semangatku ingin ikut melesat bersama mereka.
Melaju cepat menyongsong hidup penuh bahagia.
Seperti yang kuharap saat hari pertama kuinjak tanah Prancis di bandara Charles-de-Gaulle.
Kini, hari-hariku telah lewat menjelang bulan ketiga.
Perasaan hampa.
Api hidupku seperti di atas batang lilin.
Kakiku menyeberangi jalan menuju Pont-du-Neuf.
Atap Notre-Dame terlihat menjulang.
Aku berlari menghambur ke pintu masuk.
Puluhan burung dara di halaman tersentak kaget dan beterbangan.
Maafkan aku…
Aku sedang mencari Tuhan sekarang ini.
Keajaiban yang Kau berikan, kini terasa mulai pudar.
Tuhan, aku tak tahu lagi harus bersikap apa
Hilang sudah bayang-bayang indah dan harapanku.
Api berkelip-kelip di atas altar hampir pudar dan nanar.
Tapi tangan dan kakiku tak kuasa menghampiri dan menyulutnya.
Aku ingin berlari keluar dari semua rasa sesak ini!!!
Rue-d’Arcole, 2003



Je Voudrais…

Dari Galeries-Lafayette aku berlari bersama metro menuju Abbesses.
Terengah-engah aku mendaki menapaki seribu anak tangga menuju kubah besar Montmatre di Paris ‘atas’.
Voilà, aku sampai juga di puncak bukitnya.
Kulihat Paris cantik terhampar di bawah sana…
Gemerlap dalam cahaya sore penuh keemasan.
Begitu indah….
Aku berharap kita berdua juga sampai ke ‘puncak’.
Aku berharap kamu tak pernah henti memperjuangkan cinta kita, sehidup semati.
Hatiku riang ketika bayang indah masa depan mahligai kita hadir di anganku.
Tak ada lagi yang kuragukan bersamamu, sayang.
Bon….,
airmata mulai menetes dari hatiku
Aku berkeluh….
Kulihat sosok jangkungmu kecil berdiri angkuh di latar La-Tour-Eiffel, jauh di bawah sana.

Avoir les yeux plus gros que le ventre
*
Montmatre, 2003

*seseorang yang mempunyai keinginan yang besar tanpa melihat kemampuan yang terbatas pada dirinya.

No comments: