Musik mengalun
Suara akordeon meliuk-liuk seperti tarian guignol
Aku terkantuk mendengarnya
Dongeng ini masih belum berakhir
Dan aku masih ingin menikmatinya
Lelaki tua tersenyum lebar
Menebar bahagia ke seluruh penumpang metro jurusan Charles-de-Gaulle-Etoile

Kereta berhenti sejenak
Bingkai jendela di sampingku menampilkan suasana di stasiun Bir-Hakeim
Biasanya aku turun di sini, bersamamu
Menemanimu kerja rutin di sebuah stasiun radio
Kereta berjalan lagi
Jarum jam menunjukkan kurang seperempat jam lagi dari waktu janji pertemuan kita
Kau ingin kujemput di kampus tempatmu mengajar
Pemberhentian terakhir, aku segera melesat keluar
Menuju metro jurusan Porte-Dauphine
Tubuhku berayun bersama puluhan tubuh lainnya
Penuh jadwal dan rencana hidup
Aku naik di kereta yang selalu penuh mahasiswa
Kulihat wajah-wajah yang mulai tak terasa asing bagiku
Kulihat beberapa kain lurik, tas Yogya dan dari Tana Toraja menyertai beberapa manusia bulé ini
Ah, kampusmu makin sesak oleh para mahasiswamu yang tengah studi tentang Indonesia
Meski sayang, perpustakaanmu tak mengikuti perkembangan di Indonesia
Buku-buku yang tersedia tak lagi aktual
Sementara Indonesia sedang ‘indah-indah’nya bergerak cepat dalam karya seninya, apa saja…
Buku-buku sastra yang ada masih sebatas Rendra
Sedang Indonesia sudah melewati masa-masa Ayu Utami
Karya Dewi Lestari sudah lima tahun ini dibicarakan, serta masih banyak lagi penyair indah macam Laksmi Pamunjak, lalu era Fira Basuki dan Jenar Mahesa Ayu
Meski Goenawan Mohamad masih teratas buatku, Sitok Srengenge makin produktif
Seni rupa di perpustakaanmu masih bicara Affandi, padahal telah lahir selama dua decade ini
para seniman kontemporer macam Tisna Sanjaya dan EddiE Hara serta para Sirait yang selalu eksis, juga Astari Rasjid.
Lihat saja Galeri Jais Darga di Seine
Dunia teater, apalagi
Era Boedi S. Otong dan Afrizal Malna adalah aikon
Sebut saja Teater Payung Hitam, Teater Garasi yang sangat kontemporer, juga Teater Koma yang tak pernah habis tertelan masa.
Lihat juga kelompok RuangRupa yang sangat aktif dengan program video-artnya yang mendunia
Atau juga tengoklah mas Butet dan adiknya Jadug yang luar biasa nyinyir dan kritikal pada berbagai kondisi sosial di negeri sendiri
Belum lagi kelompok-kelompok amatir lainnya
Sungguh sangat mengikuti perkembangan dunia
Rasanya ingin kukirimkan seribu buku baru di perpustakaan ini, demi jurusan yang tengah kau pimpin
Jarum jamku menunjuk angka yang tepat.
Badanku mulai gemetar kedinginan
Perpustakaan ini cukup lembab
Bunyi air toilet terguyur terdengar samar di balik dinding
Kampusmu memang perlu perbaikan khusus
Dengan catatan, hanya di lantai kampusmu
Karena kulihat lantai-lantai yang lain sudah sangat apik, resik dan berkilat porselen.
Sehingga membuatku selalu berlari menuju lantai-lantai yang apik itu
Hanya untuk buang air kecil
Kulihat sosok jangkungmu melewati pintu masuk perpustakaan
Sosok yang selalu kurindu
Beberapa mahasiswamu melirik
Aku pun segera keluar
Kita segera beranjak menuju stasiun metro
Kau menawariku untuk makan siang di pecinan
Ada restauran masakan Cina di Belleville bawah
Sekaligus mengantarku belanja makanan Asia, katamu
Metro penuh sesak
Tanganmu memeluk tubuhku
Kerinduan yang tak pernah habis
Kucium wajahmu
Meski perutku berbunyi keroncongan
Perutmu juga
Ah, perjalanan makan siang ini cukup melelahkan.
Karena dua kali kita masih di gorong-gorong metro
Kita turun di Hôtel-de-Ville dan naik lagi di metro jurusan Porte-des-Lilas, turun di stasiun Belleville
Masih jalan kaki lagi
Oh, lihat.. kakiku selalu bengkak setiap kali usai keluar
Kehidupan di sini memang hanya untuk orang sehat, kuat dan liat!
Kakimu mulai berayun lebih cepat
Aku pun mulai berlari membuntutimu
Perut kita berdua sudah makin berteriak
Ah, syukurlah..kakiku telah sampai
Dan kau memesankan nasi bebek panggang untukku
Sementara kau lebih suka mie kuah udang
Ah, nikmatnya…
Kucium aroma Glodok dan Roxy di sini
Dengan perut kenyang dan puas
Kau mengantarku mampir belanja
Kubeli petai kesukaanmu
Dan tahu putih kesukaanku
Karena kulihat tahu sumedang di sini seharga 10 Euro
Atau seratusan ribu rupiah lebih!
Ah, tidak..
Kubeli kecap manis, asin dan saus wijen saja
Mataku berbinar melihat barang langka yang sangat akrab kukenal ini di sini
Meski sekantung ikan asin melambaikan sirip keringnya
Aku melengos
Lupakanlah…
aku masih menyimpan sekantung dari Jakarta
Bersama mie dan petai dari pasar swalayan di Bintaro
Kuraup satu ons cabai gendut kecil-kecil kabenero
(ternyata pedasnya bukan main…!)
untuk kuiris tipis-tipis bersama bawang merah dan tomat
agar menjadi sambal nikmat
kaki kita berdua segera meloncat
menuju lorong metro
berloncat-loncat lagi ke beberapa metro
hingga menuju selatan
Di rumah, kau pun segera ke dapur
Keju, susu, yaout dan gandum kau simpan dalam lemari
Sosis dan kacang hijau pipih kau masak dalam panci
Mau makanan Perancis buatanku? Tanyamu
Oh, tentu..! jawabku berbinar-binar
Lalu
Kau tuang anggur Bourdeaux yang baru kau beli
serta croissant dan baguette dari Alésia
Untuk kita berdua
Bercecap bersama sebelum memasak
Merpati sejoli bertengger di jendela
Memandang dua manusia
Saling bergayutan
Tanganku segera terdiam
Butiran tomat berhamburan
Pintu kulkas tertutup perlahan
Tubuhku kau rengkuh kuat
Bibir lembutmu menyapa bibirku
Mengulum kuat dan liat
Setelah letih di sepanjang lorong-lorong metro



Paris du Sud, 2003

No comments: